Seharusnya aku tak membebaskannya.
Tenggelam dalam kolam tak berdasar.
Hanyut dalam amukan samudra.
Jatuh dalam sumur tak berujung.
Berharap semua ini bukanlah Fatamorgana semata.
Hilang dalam pekikan dan lolongan tak berakhir.
Masih terekam jelas cara matanya menatap.
Lirih tapi hunusannya tajam.
Berdiri, seakan semuanya lurus.
“Ah sudahlah, untuk apa melarut bukan?”
—el, 15 nov 2024
Teh tubruk, kura-kura, perahu kertas.
Hal-hal itu akan selalu tertuju pada dirimu.
Dengan rumahmu yang selalu nyaman dan terasa hangat.
Entahlah, mengapa diriku selalu menjengketkan kaki setiap menginjak lantai rumahmu dahulu.
Rumah dengan sebagian besar peralatan berkayu di dalamnya.
Rumah yang selalu tercium aroma teh yang kau buatkan untuk belahan jiwamu.
Kura-kura dengan kangkungnya di kolam teras depan.
Aku yang sedang menggambar di kursi marmer depan.
Kenapa cinta kalian selalu begitu tulus?
Bagai daun yang menitikkan airnya di fajar hari.
Bagai sang surya di hari yang kelabu.
Cinta yang sabar tapi juga begitu antusias.
Bukankah setiap kali bertemu, ku selalu memintamu membuatkan perahu kertas?
Bukankah dahulu diriku takut akan wayang di lantai 2 itu?
Aroma rumah itu takkan pernah hilang dari penciumanku.
Rumah yang menjadi saksi bisu 1001 kisah suka dan duka.
—el, 8 nov 2024
This page's still under development.
Poems, fun facts, etc.