#tahukahkamu
💦 Biasa Bagi Kita, Bagi Orang Lain Bisa Luar Biasa 🍃
Sesuatu yang menurut kita biasa saja, ternyata bagi sebagian orang -bisa jadi banyak orang- terasa luar biasa. Hal yang sederhana bagi kita, ternyata bagi orang lain bisa bernilai istimewa.
Pertama:
Pernah ngasih seseorang permen karet rasa kayu manis seperti di foto ini. Bagi saya sih ini biasa saja. Namun ternyata respon si penerima luar biasa. Di sangat suka. Dan poin plusnya, dia menampakkan kesukaan tersebut kepada saya. Bahkan, beliau memberikan saya sebotol madu yang tentu saja membuat saya sangat bahagia. Surprise sekali rasanya. Hafizhahullahu.
Kedua:
Pernah seorang istri memberikan hadiah sepaket pakaian second kepada temannya lebih dari 10 tahun lalu. Dan bagi pemberi itu biasa saja. Namun, ternyata teman istri tersebut sangat suka sekali dengan pakaian itu. Dia pakai di hadapan pemberinya. Suaminya pun menyampaikan kepada suami pemberi hadiah bahwa istrinya sangat senang dengan hadiah tersebut. Ternyata, sederhana bagi kita, namun bagi orang lain istimewa.
Faedah dari pengalaman kecil ini, sebaiknya kalau kita diberi sesuatu oleh orang lain. Hendaknya kita menampakkan kesukaan kita tersebut di hadapannya. Seperti jika kita dikasih baju atau alas kaki atau apapun, hendaknya kita pakai di hadapannya. Tentu dia akan sangat senang dengan hal tersebut.
Dia telah membahagiakan kita dengan hadiah, kita balas dengan mengenakan hadiah tersebut di hadapannya. Tentu saja selain ucapan, "syukron wa jazaakumullahu khoiron."
Saya kira anda pun memiliki pengalaman² seperti ini. Entah anda sebagai pemberi atau penerima. Baarokallahu fiikum jami'an.
Baca juga
https://rumaysho.com/29378-jan....gan-lupa-ucapkan-ter
https://rumaysho.com/15422-21-....faedah-tentang-hadia
https://muslim.or.id/42424-sun....nah-membalas-hadiah-
Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
لاَ يَشْكُرُ اللَّهَ مَنْ لاَ يَشْكُرُ النَّاسَ
“Tidak dikatakan bersyukur kepada Allah bagi siapa yang tidak tahu berterima kasih kepada manusia.” (HR. Abu Daud, no. 4811 dan Tirmidzi, no. 1954)
Dari An Nu’man bin Basyir, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
مَنْ لَمْ يَشْكُرِ الْقَلِيلَ لَمْ يَشْكُرِ الْكَثِيرَ
“Barang siapa yang tidak mensyukuri yang sedikit, maka ia tidak akan mampu mensyukuri sesuatu yang banyak.” (HR. Ahmad, 4/278. As Silsilah Ash Shohihah no. 667).
Dari Usamah bin Zaid radhiyallahu ‘anhuma, ia berkata, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
مَنْ صُنِعَ إِلَيْهِ مَعْرُوفٌ، فَقَالَ لِفَاعِلهِ : جَزَاكَ اللهُ خَيْراً ، فَقَدْ أَبْلَغَ فِي الثَّنَاءِ
“Barangsiapa yang diperlakukan baik, lalu ia mengatakan kepada pelakunya, ‘Jazakallahu khairan (artinya: Semoga Allah membalasmu dengan kebaikan)’, maka sungguh ia telah sangat menyanjungnya.” (HR. Tirmidzi, no. 2035 dan An-Nasai dalam ‘Amal Al-Yaum wa Al-Lailah, 180; Ibnu As-Sunni dalam ‘Amal Al-Yaum wa Al-Lailah, no. 275; Ath-Thabrani dalam Ash-Shaghir, 2:148)
Dari Jabir bin Abdillah Al Anshary radhiyallahu ‘anhu, ia berkata, “Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
مَنْ صُنِعَ إِلَيْهِ مَعْرْوُفٌ فَلْيُجْزِئْهُ، فَإِنْ لَمْ يُجْزِئْهُ فَلْيُثْنِ عَلَيْهِ؛ فَإِنَّهُ إِذَا أَثْنَى عَلَيْهِ فَقَدْ شَكَرَهُ، وَإِنْ كَتَمَهُ فَقَدْ كَفَرَهُ، وَمَنْ تَحَلَّى بَمَا لَمْ يُعْطَ، فَكَأَنَّمَا لَبِسَ ثَوْبَيْ زُوْرٍ
“Siapa yang memperoleh kebaikan dari orang lain, hendaknya dia membalasnya. Jika tidak menemukan sesuatu untuk membalasnya, hendaklah dia memuji orang tersebut, karena jika dia memujinya maka dia telah mensyukurinya. Jika dia menyembunyikannya, berarti dia telah mengingkari kebaikannya. Seorang yang berhias terhadap suatu (kebaikan) yang tidak dia kerjakan atau miliki, seakan-akan ia memakai dua helai pakaian kepalsuan.” (HR. Bukhari dalam Al-Adab Al-Mufrad, no. 215)
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
تَهَادُوا تَحَابُّوا
“Hendaklah kalian saling memberi hadiah, Niscaya kalian akan saling mencintai“. [Bukhari dalam Al-Adab Al-Mufrod, no. 594, Al Baihaqi dalam Sunan Al Kubro 6/169]
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
يَا نِسَاءَ الْمُسْلِمَاتِ لاَ تَحْقِرَنَّ جَارَةٌ لِجَارَتِهَا وَلَوْ فِرْسِنَ شَاةٍ
“Wahai kaum muslimah, janganlah sekali-kali seorang wanita meremehkan pemberian tetangganya walaupun hanya ujung kaki kambing.” [HR. Bukhari, no. 2566 dan Muslim, no. 1030]
Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
تَصَافَحُوْا يَذْهَبُ الغِلُّ ، وتَهَادَوْا تَحَابُّوا ، وَتَذْهَبُ الشَحْنَاءُ
“Saling bersalamanlah (berjabat tanganlah) kalian, maka akan hilanglah kedengkian (dendam). Saling memberi hadiahlah kalian, maka kalian akan saling mencintai dan akan hilang kebencian.” (HR. Malik dalam Al-Muwatha’, 2/ 908/ 16)
Hadiah yang sedikit tetap diterima sebagaimana jika diberi banyak.
Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
لَوْ دُعِيتُ إِلَى ذِرَاعٍ أَوْ كُرَاعٍ لأَجَبْتُ ، وَلَوْ أُهْدِىَ إِلَىَّ ذِرَاعٌ أَوْ كُرَاعٌ لَقَبِلْتُ
“Kalau aku diundang untuk menghadiri undangan yang di situ disajikan dziro’ (paha), aku hadir sebagaimana pula ketika disajikan kuro’ (kaki). Kalau aku diberi hadiah dziro’ (paha), aku terima sebagaimana ketika diberi hadiah kuro’ (kaki).” (HR. Bukhari, no. 2568)
Jangan sampai kita mengharap hadiah kita dikembalikan.
Kalau memang punya harapan semacam itu, baiknya tidak memberi hadiah sama sekali.
Dari Ibnu ‘Abbas radhiyallahu ‘anhuma, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
الْعَائِدُ فِى هِبَتِهِ كَالْكَلْبِ يَقِىءُ ، ثُمَّ يَعُودُ فِى قَيْئِهِ
“Orang yang meminta kembali hadiahnya seperti anjing muntah lalu menelan muntahannya sendiri.” (HR. Bukhari, no. 2589 dan Muslim, no. 1622)
Namun seorang ayah masih boleh mengambil kembali apa yang ia beri pada anaknya.
Dari Ibnu ‘Umar dan Ibnu ‘Abbas radhiyallahu ‘anhum, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
لاَ يَحِلُّ لِرَجُلٍ أَنْ يُعْطِىَ عَطِيَّةً أَوْ يَهَبَ هِبَةً فَيَرْجِعَ فِيهَا إِلاَّ الْوَالِدَ فِيمَا يُعْطِى وَلَدَهُ وَمَثَلُ الَّذِى يُعْطِى الْعَطِيَّةَ ثُمَّ يَرْجِعُ فِيهَا كَمَثَلِ الْكَلْبِ يَأْكُلُ فَإِذَا شَبِعَ قَاءَ ثُمَّ عَادَ فِى قَيْئِهِ
“Tidak halal bagi seseorang memberikan suatu pemberian kemudian ia memintanya kembali kecuali ayah pada apa yang ia berikan kepada anaknya (maka boleh diminta kembali). Permisalan orang yang memberi hadiah lantas ia memintanya kembali seperti anjing yang makan, lalu ketika ia kenyang, ia muntahkan, kemudian ia menelan muntahannya.” (HR. Abu Daud, no. 3539; Tirmidzi, no. 1299; An-Nasa’i, no. 3720; Ibnu Majah, no. 2377)
Jangan mengungkit-ungkit hadiah yang telah diberikan
Allah Ta’ala berfirman,
قَوْلٌ مَعْرُوفٌ وَمَغْفِرَةٌ خَيْرٌ مِنْ صَدَقَةٍ يَتْبَعُهَا أَذًى وَاللَّهُ غَنِيٌّ حَلِيمٌ ,يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا لَا تُبْطِلُوا صَدَقَاتِكُمْ بِالْمَنِّ وَالْأَذَى
“Perkataan yang baik dan pemberian maaf lebih baik dari sedekah yang diiringi dengan sesuatu yang menyakitkan (perasaan si penerima). Allah Maha Kaya lagi Maha Penyantun. Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu menghilangkan (pahala) sedekahmu dengan menyebut-nyebutnya dan menyakiti (perasaan si penerima).” (QS. Al-Baqarah: 263-264)
Ada hadiah yang tidak boleh ditolak yaitu minyak wangi, susu dan bantal
Dari Ibnu ‘Umar radhiyallahu ‘anhuma, ia berkata, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
ثَلاَثٌ لاَ تُرَدُّ الْوَسَائِدُ وَالدُّهْنُ وَاللَّبَنُ
“Tiga hal yang tidak boleh ditolak; (1) bantal, (2) minyak rambut dan (3) susu.” (HR. Tirmidzi, no. 2790
Hendaknya membalas hadiah. Kalau tidak bisa, maka hendaknya mendoakan orang yang memberi
مَن صَنَعَ إِليكُم مَعرُوفًا فَكَافِئُوه ، فَإِن لَم تَجِدُوا مَا تُكَافِئُوا بِهِ فَادعُوا لَهُ حَتَّى تَرَوا أَنَّكُم قَد كَافَأتُمُوهُ
“Siapa yang memberikan kebaikan untuk kalian, maka balaslah. Jika engkau tidak mampu membalasnya, doakanlah ia sampai-sampai engkau yakin telah benar-benar membalasnya.” (HR. Abu Daud no. 1672 dan AnN-asa’i no. 2568)
materi by: grup whatsapp kajian cinta sunnah 23
Raihannah Kanindya Yudhistira
Slet kommentar
Er du sikker på, at du vil slette denne kommentar?